Estuaria adalah perairan muara
sungai semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut
dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuaria dapat
terjadi pada lembah-lembah sungai yang tergenang air laut, baik karena
permukaan laut yang naik (misalnya pada zaman es mencair) atau pun karena
turunnya sebagian daratan oleh sebab-sebab tektonis. Estuaria juga dapat
terbentuk pada muara-muara sungai yang sebagian terlindungi oleh beting pasir
atau lumpur.
Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas
yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi, antara lain:
- Tempat bertemunya arus air tawar dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya;
- Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut;
- Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya; dan
- Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.
Sifat-sifat Ekologis
Sebagai
tempat pertemuan air laut dan air tawar, salinitas di estuaria sangat
bervariasi. baik menurut lokasinya di estuaria, ataupun menurut waktu.
Secara umum salinitas yang tertinggi
berada pada bagian luar, yakni pada batas wilayah estuaria dengan laut,
sementara yang terendah berada pada tempat-tempat di mana air tawar masuk ke
estuaria. Pada garis vertikal, umumnya salinitas di lapisan atas kolom air
lebih rendah daripada salinitas air di lapisan bawahnya. Ini disebabkan karena
air tawar cenderung ‘terapung’ di atas air laut yang lebih berat oleh kandungan
garam. Kondisi ini disebut ‘estuaria positif’ atau ‘estuaria baji garam’ (salt
wedge estuary) (Nybakken, 1988).
Akan tetapi ada pula estuaria yang memiliki kondisi berkebalikan, dan karenanya
dinamai ‘estuaria negatif’. Misalnya pada estuaria-estuaria yang aliran air
tawarnya sangat rendah, seperti di daerah gurun pada musim kemarau. Laju
penguapan air di permukaan, yang lebih tinggi daripada laju masuknya air tawar
ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih tinggi kadar
garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan mengalir ke arah laut
di bawah permukaan. Dengan demikian gradien salinitas airnya berbentuk
kebalikan daripada ‘estuaria positif’.
Dalam pada itu, dinamika pasang surut air laut sangat mempengaruhi
perubahan-perubahan salinitas dan pola persebarannya di estuaria. Pola ini juga
ditentukan oleh geomorfologi dasar estuaria.
Sementara perubahan-perubahan salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat
dan dinamis, salinitas substrat di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat.
Substrat estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir berlumpur, yang berasal dari
sedimen yang terbawa aliran air, baik dari darat maupun dari laut. Sebabnya
adalah karena pertukaran partikel garam dan air yang terjebak di antara
partikel-partikel sedimen, dengan yang berada pada kolom air di atasnya
berlangsung dengan lamban.
Biota Estuaria
Sebagai wilayah peralihan atau percampuran, estuaria memiliki tiga komponen
biota, yakni fauna yang berasal dari lautan, fauna perairan tawar, dan fauna
khas estuaria atau air payau.
Fauna lautan yang tidak mampu
mentolerir perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya hanya dijumpai
terbatas di sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya
masih berkisar di atas 30‰. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin)
mampu masuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun hingga
15‰ atau kurang.
Sebaliknya fauna perairan tawar umumnya tidak mampu mentolerir salinitas di
atas 5‰, sehingga penyebarannya terbatas berada di bagian hulu dari estuaria.
Fauna khas estuaria adalah
hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam antara 5-30‰, namun tidak
ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair tawar atau berair laut.
Di antaranya terdapat beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia),
siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes, dan cacing polikaeta Nereis.Di
samping itu terdapat pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yang berada di
estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa jenis udang Penaeus, misalnya,
menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian pergi ke laut
ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan salem (Salmo,
Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria dalam perjalanannya dari
hulu sungai ke laut, atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak jenis hewan
lain, dari golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria
untuk mencari makanan (Nybakken, 1988).
Akan tetapi sesungguhnya, dari segi jumlah spesies, fauna khas estuaria adalah
sangat sedikit apabila dibandingkan dengan keragaman fauna pada
ekosistem-ekosistem lain yang berdekatan. Umpamanya dengan fauna khas sungai,
hutan bakau atau padang lamun, yang mungkin berdampingan letaknya dengan
estuaria. Para ahli menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutama
salinitas, dan sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit
relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna khas
setempat.
Peranan Ekosistem Estuaria
Produktifitas estuaria, pada
kenyataannya bertumpu atas bahan-bahan organik yang terbawa masuk estuaria
melalui aliran sungai atau arus pasang surut air laut. Produktifitas primernya
sendiri, karena sifat-sifat dinamika estuaria sebagaimana telah diterangkan di
atas dan karena kekeruhan airnya yang berlumpur, hanya dihasilkan secara
terbatas oleh sedikit jenis alga, rumput laut, diatom bentik dan fitoplankton.
Meski demikian, bahan-bahan organik dalam rupa detritus yang terendapkan di
estuaria membentuk substrat yang penting bagi tumbuhnya alga dan bakteri, yang
kemudian menjadi sumber makanan bagi tingkat-tingkat trofik di atasnya.
Banyaknya bahan-bahan organik ini dibandingkan oleh Odum dan de la Cruz (1967,
dalam Nybakken 1988) yang mendapatkan bahwa air drainase estuaria mengandung
sampai 110 mg berat kering bahan organik per liter, sementara perairan laut
terbuka hanya mengandung bahan yang sama 1-3 mg per liter.
Oleh sebab itu, organisme terbanyak di estuaria adalah para pemakan detritus,
yang sesungguhnya bukan menguraikan bahan organik menjadi unsur hara, melainkan
kebanyakan mencerna bakteri dan jasad renik lain yang tercampur bersama
detritus itu. Pada gilirannya, para pemakan detritus berupa cacing, siput dan
aneka kerang akan dimakan oleh udang dan ikan, yang selanjutnya akan menjadi
mangsa tingkat trofik di atasnya seperti ikan-ikan pemangsa dan burung.
Melihat banyaknya jenis hewan yang sifatnya hidup sementara di estuaria, bisa
disimpulkan bahwa rantai makanan dan rantai energi di estuaria cenderung
bersifat terbuka. Dengan pangkal pemasukan dari serpih-serpih bahan organik
yang terutama berasal dari daratan (sungai, rawa asin, hutan bakau), dan banyak
yang berakhir pada ikan-ikan atau burung yang kemudian membawa pergi energi
keluar dari sistem.
Bahan Bacaan :
1. Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut:
suatu pendekatan ekologis. Alih bahasa H. Muh. Eidman dkk. Penerbit Gramedia.
Jakarta.
2. Wikipedia, Estuary. http://en.wikipedia.org/wiki/estuary.htm Diakses tgl.
12/06/2007.