Laman

Sabtu, 19 Februari 2011

Tugas Geografi Pembangunan

Pengantar

Papua adalah salah satu propinsi di Kawasan Timur Indonesia yang dianugerahi dengan sumberdaya alam hutan, perairan, dan mineral yang berlimpah. Kelimpahan sumberdaya alam diikuti oleh beragamnya budaya memberi ciri bagi wilayah Papua sebagai wilayah yang unik dan menarik bagi bangsa-bangsa di dunia.

Sejak menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, gerak pembangunan di Papua telah melewati berbagai tahap dan proses yang dirumuskan dalam perencanaan jangka panjang maupun jangka pendek, yang seharusnya telah menempatkan propinsi ini sejajar dengan propinsi lain di Indonesia. Dalam kenyataan berbagai tahapan pembangunan yang telah dilewati oleh Propinsi Papua belum menunjukkan suatu kemajuan yang berarti disebabkan oleh berbagai alasan yang merupakan kendala kemajuan wilayah ini.

Kebijakan dan arah pembangunan yang diterapkan di Propinsi Papua selama ini selalu mengacu pada kebijakan dan arah pembangunan yang diturunkan oleh pemerintah pusat secara nasional terutama selama pemerintahan orde baru. Kebijakan dan arah pembangunan secara nasional yang menyeragamkan seluruh wilayah provinsi di Indonesia telah menyebabkan terjadinya penyimpangan dan perubahan mendasar di dalam kehidupan masyarakat Papua yang sering diikuti dengan benturan-benturan yang menempatkan masyarakat Papua pada kondisi yang kurang beruntung dalam pembangunan itu sendiri.

Realitas pembangunan Propinsi Papua, yang dilakukan selama ini, masih menempatkan Papua sebagai wilayah dengan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Indonesia, yang seyogianya tidak perlu terjadi apabila kebijakan pembangunan yang diterapkan lebih berpihak pada masyarakat. Sehingga dengan demikian menyebabkan segala pembangunan di wilayah Papua selama ini belum mampu mendorong kesejahteraan masyarakat karena kebijakan yang selalu bersifat dari atas ke bawah.

Untuk itu, kita sebagai kaum intelektual harus menyuarakan hal tersebut karena jika di lihat atau dikaji dari sudut pandang Geografi Pembangunan maka dapat dikatakan bahwa segala pembangunan yang direncanakan untuk dilaksanakan di Propinsi Papua harus memperhatikan kondisi fisik wilayah. Karena kita ketahui bersama bahwa wilayah Pesisir Pantai Utara Papua, Pegunungan dan wilayah Selatan Papua memiliki karakteristik yang beragam.

Pembangunan di Papua Era Otonomi Khusus

Otonomi khusus bagi Propinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Propinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi Propinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam di Propinsi Papua untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tujuan pemberian otonomi Khusus bagi propinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam kerangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan Propinsi lain di Indonesia.

Agar segala aspek pembangunan di Propinsi Papua dapat dijalankan dengan baik, maka perlu adanya analisis mengenai perencanaan pembangunan yang dilaksanakan dari sudut pandang Geografi Pembangunan, karena Geografi Pembangunan adalah suatu studi yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang menunjang pembangunan wilayah, sedangkan Pembangunan sendiri merupakan suatu realisasi dari suatu perencanaan.

Kebijakan pembangunan ditempuh dengan 4(empat) pendekatan, yaitu : (a) Mikro spasial vs Makro sektoral. Keserasian pendekatan kawasan yang bertumpu pada aspek manusia (mikro) dan pen-dekatan pertumbuhan yang bertumpu pada sektor potensial (makro); (b) Kesejahteraan dan ketenteraman. Keserasian proses pembangunan dilaksanakan secara terpadu untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketenteraman lahir dan bathin yang dinamis dalam massyarakat; (c) TigaTungku. Keserasian pendekatan pembangunan di mana dalam proses pembangunan melibatkan peran aktif tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah secara serasi, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing melalui kemitraan dengan pola pendampingan, pembimbingan dan perlindungan kepada masyarakat sebagai wujud nyata pemerintahan yang baik (good governance) ; (d) Wawasan Lingkungan. Keserasian pembangunan dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup, di mana semua kegiatan pembangunan harus dikaji dampaknya.

Secara khusus, kebijakan pembangunan di Provinsi Papua dititik beratkan pada 4 program prioritas utama, yaitu :

a. Pendidikan

Diarahkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia agar mampu merubah sikap, orientasi dan pola pikir untuk bertindak secara profesional, mandiri dan mampu bersaing di era globalisasi. Dalam era otonomi khusus, proses pendidikan memperhatikan keragaman kebutuhan daerah dengan memperbesar muatan lokal. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan mengembangkan pola dan sistem pendidikan sesuai dengan karakteristik spesifik Papua, seperti pendidikan berpola asrama. Peningkatan mutu pendidikan Adapun jabaran kebijakan menjadi kegiatan dititik beratkan pada pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan yang bertujuan untuk menjangkau dan menyerap penduduk usia sekolah serta meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM agar menguasai Ipteks, merubah sikap dan pola pikir untuk bertindak profesional, mandiri dan mampu bersaing di era globalisasi serta mampu mengelola potensi sumberdaya alam bagi peningkatan kesejahteraannya.

b. Kesehatan

Diarahkan pada peningkatan mutu lingkungan hidup yang sehat dan mendukung tumbuh dan berkembangnya anak dan remaja, pemenuhan kebutuhan dasar untuk hidup sehat, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta mencegah terjadinya resiko penyakit, peningkatan jumlah dan mutu tenaga medis dan paramedis, serta penyediaan prasarana dan sarana kesehatan dan obat-obatan.

c. Ekonomi Kerakyatan.

Diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai aktivitas pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Pember-dayaan ekonomi rakyat menjadi acuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat agar mampu mengolah dan mengelola sumberdaya alam secara efisien dan berkelanjutan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Di dalam Renstra telah dituangkan bahwa pertanian merupakan salah satu sektor yang akan terus dipacu pengembangannya. Kebijakannya diarahkan pada sektor : pertanian, perikanan dan kelautan, serta kehutanan.

d. Infrastruktur

Dalam rangka pembangunan prasarana dan Sarana, kebijakan diarahkan pada pembangunan dan peningkatan infrastuktur pemerintahan, ekonomi dan Pelayanan Publik de-ngan tujuan untuk mendukung pe-ngembangan wilayah, terutama wilayah yang belum tersentuh pembangunan, pusat-pusat pemerintahan, kawasan pengembangan ekonomi rakyat dan kawasan-kawasan tumbuh cepat. Pembangunan infrastruktur di-harapkan dapat meningkatkan pelayanan pemerintahan serta mendorong perkembangan ekonomi wilayah dan menggerakkan kegiatan ekonomi rakyat di suatu kawasan dan sekitarnya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, mempercepat kemajuan ekonomi perdesaan, memberikan akses bagi masyarakat pedesaan untuk berusaha, menciptakan lapangan kerja, memperlancar arus barang dan jasa, serta menjamin tersedianya bahan pangan dan bahan pokok lainnya. Di sektor perhubungan, sejumlah kegiatan diarahkan untuk : (a) Mengembangkan sistim transportasi laut, darat dan udara terutama menuntaskan pembangunan ruas jalan strategis antar kabupaten-kota. (b) Mengembangkan sistim angkutan umum melalui penyediaan kapal penumpang perintis dan jasa transportasi laut lainnya sebagai penghubung antar pulau. (c) Mengembangkan dan membangun jaringan jalan antar desa/kampung. (d) Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi untuk mendukung pembangunan Kota Kabupaten.

Beberapa program prioritas yang termuat dalam Undang-Undang otonomi, yang sudah dijelaskan diatas tidak dapat berjalan dengan baik jika perencanaan tidak memperhatikan aspek Geografi, karena kita ketahui bersama bahwa Propinsi Papua memiliki luas wilayah ± 649.981 km2 terdiri atas daratan seluas 421.981 Km2 dan perairan seluas 228.000 Km2. Sekitar 75,5% masih tertutup oleh hutan primer, sehingga perencanaan pembangunan harus direncanakan sebaik mungkin agar apa yang diharapakan oleh masyarakat dapat tercapai. Selain itu pula, pendekatan pembangunan yang kurang tepat karena tidak memperhatikan hak kepemilikan masyarakat setempat atas tanah dan hutan ulayat. Masyarakat local seringkali kurang terlibat dalam proses pengambilan kebijakan pembangunan dan politik di berbagai tingkatan dan sector. Untuk itu pemerintah daerah harus memperhatikan hal tersebut, karena sudah ada Undang-Undang Otonomi Khusus yang diberlakukan di Papua. Walaupun di masa lalu, mekanisme hubungan pusat dan daerah cenderung mengikuti pola sentralisasi, terutama dalam pengambilan keputusan yang seringkali tidak sesuai dengan kondisi-kondisi spesifik kemasyarakatan, cirri khas geografis, serta heterogenitas sosial dan demografis setiap daerah. Karena pelaksanaan pembangunan yang terlalu menekankan pendekatan sektoral dan terpusat, sangat mempersempit peluang daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri, yang pada gilirannya menciptakan ketergantungan daerah yang berlebihan terhadap pusat. Kondisi seperti inilah yang menjadi salah satu agenda pokok dan memicu munculnya gugatan sebagian masyarakat Papua dewasa ini. Intervensi pembangunan dipandang sangat berpola nasional dan seragam tanpa memandang dan mengakomodasi aspek-aspek budaya local, spesifik wilayah, maupun persebaran etnis Papua.

Berbagai strategi dan konsep pembangunan yang dirumuskan dan dilaksanakan sebagai landasan pembangunan nasional maupun daerah, seringkali terdistorsi dalam implementasinya, baik di level pusat maupun daerah. Sehingga meskipun begitu banyak permasalahan di Propinsi Papua tetapi, dapat dikatakan bahwa pendektan pembangunan yang kurang memperhatikan karakteristik spesifik local dan hal ulayat masyarakat adat, terbatasnya kualitas dan kuantitas pelayanan aparat Pemda akibat terbatasnya SDM, fasilitas pendudkung dan insentif yang memadai, dan adanya tuntutan bahwa harus ada pemberian kesempatan bagi masyarakat local untuk lebih berpartisipasi dalam seluruh aktivitas pemerintah dan pembangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar