Laman

Jumat, 05 April 2013

Sungai Jaifuri Hendak Dikeruk : Bukan Solusi


Sungai Jaifuri Hendak Dikeruk : Bukan Solusi
Naiknya muka air danau sentani merupakan fenomena alamiah yang bisa terjadi kapan saja, jika sudah tidak ada keseimbangan alam di pinggiran danau sentani bahkan dari sungai-sungai yang bermuara di danau sentani tidak diperhatikan dengan baik. Hal ini haruslah demikian karena danau sentani terbentuk secara alamiah bukan secara buatan akibat timbunan bebatuan, tanah maupun pasir. Sehingga jika kita mengamati pengerukan bukit-bukit yang berada sekitar 50 – 100 meter dari arah pinggiran danau sentani bahkan ekosistem hutan sagu untuk pelebaran jalan oleh Balai Besar Konstruksi Jalanan X Papua. Pertanyaannya : Hasil kerukan mau ditimbun kemana ?? Jawabannya pasti kita yang sering ke Sentani mengetahui tempat pembuangan timbunan hasil kerukan.
Alam lingkungan akan bersahabat dengan manusia jika manusia dalam memanfaatkan alam lingkungannya dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Artinya bahwa danau sentani dari terbentuk ribuan bahkan berjuta tahun yang lalu akibat pengangkatan kerak bumi, yang dipengaruhi oleh aktivitas pergerakan lempeng utama pembentuk Kepulauan Indonesia khususnya Pulau Papua yaitu lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat dan Indo-Australia yang bergerak ke arah utara maupun dari Eropa-Asia yang bergerak ke arah timur-tenggara sehingga berpengaruh juga terhadap keseimbangan kerak dasar danau sentani.
Dalam berita RRI Fajar Papua Edisi Jumat, 05 April 2013 pukul 06.30 s/d 06.50 WIT, terangkum berita bahwa masyarakat yang berada di Kampung Yokiwa menanggapi harapan Anggota Dewan Kabupaten Jayapura agar Sungai Jaifuri harus dikeruk sehingga muka air danau yang naik dan menimbulkan kerugian sosial bagi masyarakat yang hidup di pinggiran danau Sentani teratasi. Terkait dengan harapan tersebut Tokoh Masyarakat Kampung Yokiwa Bapak Awoitauw menanggapi bahwa pengerukan sungai Jaifuri bukan solusi untuk mengurangi kenaikan muka air danau, tetapi akan menimbulkan masalah baru bagi masyarakat yang hidup di pinggiran danau Sentani karena air danau akan berkurang pada saat musim kemarau. Karena menurut Bapak Awoitauw biasanya pada saat musim kemarau, tinggi muka air sungai Jaifuri yang merupakan outlet-nya danau Sentani kurang lebih 20-30 cm, jadi dapat diperkirakan bahwa jika Sungai Jaifuri dikeruk maka pada saat musim kemarau tidak ada air yang mengalir di badan Sungai melainkan sebagai air bawah tanah. Dampak berikut yang kemungkinan terjadi tentunya akan menyebabkan pendangkalan di pinggiran-pinggiran danau yang merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai yang ber-hulu di Cyclops bahkan akan menimbulkan terkontaminasinya air danau sehingga biota yang hidup di danau akan terancam kepunahannya, bahkan air danau pun yang sering di konsumsi oleh masyarakat yang hidup di pinggiran danau pasti sudah tidak layak di konsumsi.
Sebagai seorang intelek, kami mendukung aspirasi masyarakat kampung Yokiwa yang keberatan jika Sungai Jaifuri dikeruk sebab tidak akan memberikan solusi, melainkan dampak terhadap keseimbangan lingkungan alam danau Sentani yang dari awalnya terbentuk pada ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu akibat pengangkatan bahkan pergeseran lempeng akan terganggu. Unutuk pengeruken sungai jaifuri kami harapkan bagi Pemerintah Propinsi Papua bisa lebih profesional dan dalam mengambil keputusan Pemerintah perlu mengkoordinasikan dengan pihak DAS kota Jayapura dalam mengambil keputusan tersebut karena perlu dipertimbangkan dari berbagai masalah yang meliputi masalah Fisis (fisik) dan masalah sosial masyarakat yang berada di Kampung Yokiwa. Sungai jaifuri memiliki kaitan dengan sungai skanto karena akan berdampak pada sungai Skanto dan sekitarnya, sungai skanto yang saat ini  dalam keadaan yang sangat mengkhawatirkan karena mengalami proses erosi sehingga terjadi pelebaran pinggiran sungai, serta sungai tami yang muaranya berakhir di pesisir skouw, untuk itu pengerukan tersebut harus dipertimbangkan bukan hanya di danau sentani dan juga sungai jaifuri tetapi seluruh daerah yang mempunyai kaitan dengan sungai jaifuri dan danau sentani. Sehingga diharapkan dalam pengambilan keputusan, harus melibatkan semua komponen yang berkaitan agar dapat duduk besama membahas permasalahan naiknya permukaan air danau, guna menemukan solusi yang tepat dan bijaksana, sehingga ke depannya tidak menimbulkan permasalahan yang baru. (Agustinus Rumaikeuw dan Stevenson Wouw_Mahasiswa Geografi Uncen Angkatan 2011)
                                                                                                               

Selasa, 09 Oktober 2012

Coretan anak kampung Tentang Ekologi



1.   Pengantar
Ekologi merupakan salah satu cabang dari ilmu biologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan antara organisme/makhluk hidup dan lingkungannya, atau ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup, dan ada juga yang mengatakan bahwa ekologi adalah suatu ilmu yang mencoba mempelajari hubungan antara tumbuhan, binatang dan manusia dengan lingkungannya di mana mereka hidup, bagaimana kehidupannya dan mengapa mereka ada disitu.

2.   Sejarah Perkembangan Ekologi
Ekologi mempunyai perkembangan yang berangsur-angsur sepanjang perjalanannya. Namun sejarah perkembangannya kurang begitu jelas. Catatan Hipocratus, Aristoteles dan filosof lainnya merupakan naskah-naskah kuno yang berisi rujukan tentang masalah-masalah ekologi. Walaupun pada waktu itu belum diberikan nama ekologi, karena dimulai pada abad ke-16 dan ke-17 hanya diketahui sebatas sebagai natural history dan kemudian berkembang menjadi satu ilmu yang sistematik, analitik dan obyektif mengenai hubungan makhluk hidup dan lingkungannya yaitu Ekologi.
Istilah Ekologi tersebut pertama kali oleh seorang ahli Biologi berkebangsaan Jerman Earnest Haeckel (1834-1919) pada tahun 1860, dan sekitar tahun 1900, ekologi diakui sebagai ilmu dan berkembang terus dengan cepat. Apalagi disaat dunia sangat peka dengan masalah lingkungan dalam mengadakan dan memelihara mutu peradaban manusia.

3.   Definisi Ruang Lingkup Ekologi
Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos” yang berarti rumah atau tempat hidup dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi secara harafiah Ekologi adalah ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk hidup.
Selanjutnya Ekologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Makhluk hidup (organisme) yang dimaksud mempunyai tingkatan organisasi yang dikenal dengan spektrum biologi yaitu protoplasma – sel – jaringan – organ – sistem organ – organisme – populasi – komunitas – ekositem – biosfer).
  • Spesies adalah suatu jenis organisme hidup atau jasad hidup atau makhluk hidup.
  • populasi adalah suatu kelompok organism sejenis yang hidup dan berkembangbiak pada suatu daerah tertentu. 
  • Komunitas adalah semua populasi dai berbagai jenis yang menempati suatu daerah tertentu dan saling berinteraksi satu dengan lainnya.

4.   Hubungan Ekologi dengan ilmu lainnya
Ekologi adalah cabang dari ilmu biologi, namun ekologi tidak dipisahkan dari ilmu-ilmu lainnya.

Hubungan Ekologi dengan Ilmu Alam Lainnya
1)   Ilmu Fisika, berperan karena dalam ekologi faktor fisik yaitu sinar matahari, sangat mendukung dalam proses fotosintesis.
2)  Ilmu Kimia berperan karena dalam ekologi proses kimia seperti sintesis dan analisis kimiawi dalam tubuh dan di luar tubuh, makhluk hidup merupakan bagian yang penting.
3)    Ilmu Bumi dan Antariksa juga berperan karena ekologi berkaitan dengan berbagai proses yang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa siang-malam, musim kemarau dan musim hujan, musim panas-gugur-salju-dan semi, gravitasi, endapan aluvial, vulkanik, erosi, abrasi, sedimentasi, marin, dan lain-lain.

Hubungan Ekologi dengan Ilmu Sosial
Dalam kaitannya dengan ilmu sosial sangat penting bila komponen manusia dimasukkan dalam cakupan ekosistem, atau bila kita mempelajari peran ekosistem terhadap kehidupan manusia. Selanjutnya hubungan ekologi dengan ekonomi mempunyai hubungan yang sesuai. Sebab ekonomi berasal dari kata “oikos” yang berarti tempat dan “nomics” yang berarti manajemen. Jadi secara harafiah ekonomi adalah manajemen tempat hidup atau manajemen lingkungan. Namun sebagai sumber energi bagi ekologi adalah “sinar matahari” sedangkan bagi ekonomi adalah “uang”. Akan tetapi dalam perkembangannya banyak orang beranggapan bahwa ekologi dan ekonomi merupakan dua hal yang berbeda, untuk itu ahli ekonomi harus belajar ekologi sehingga di dalam mendapatkan keuntungan maksimal juga memperoleh kualitas lingkungan yang maksimal.


5.   Jenis-jenis Pembagian dalam Ekologi
1)   Ekologi menurut bidang kajian, terbagi menjadi dua :
a) autekologi, adalah ekologi yang mengkaji tentang suatu jenis spesies organisme yang berinteraksi dengan lingkungannya (kelakuan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan);
b) sinekologi, adalah ekologi yang mengkaji tentang berbagai kelompok organisme sebagai satu kesatuan yang saling berinteraksi dalam satu daerah tertentu.

2)   Ekologi menurut habitat, yaitu pembagian ekologi berdasarkan tempat hidup suatu jenis atau kelompok organisme tertentu hidup. Misalnya : ekologi bahari, ekologi teresterial, ekologi perairan dan lain-lain.

3)   Ekologi menurut  taksonomi, yaitu pembagian ekologi menurut sistematika makhluk hidup. Misalnya : ekologi tumbuhan, ekologi burung, ekologi serangga dan lain-lain.

Sumber :
  • Irwan, Djamal Z. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi : Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. Jakarta : Bumi Aksara.
  • Soemarwoto, Otto. 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta : Djambatan.

Selasa, 01 Mei 2012

Ekosistem Estuaria



Estuaria adalah perairan muara sungai semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuaria dapat terjadi pada lembah-lembah sungai yang tergenang air laut, baik karena permukaan laut yang naik (misalnya pada zaman es mencair) atau pun karena turunnya sebagian daratan oleh sebab-sebab tektonis. Estuaria juga dapat terbentuk pada muara-muara sungai yang sebagian terlindungi oleh beting pasir atau lumpur.


Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi, antara lain:
  1. Tempat bertemunya arus air tawar dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya;
  2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut; 
  3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya; dan 
  4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.


Sifat-sifat Ekologis
Sebagai tempat pertemuan air laut dan air tawar, salinitas di estuaria sangat bervariasi. baik menurut lokasinya di estuaria, ataupun menurut waktu.
Secara umum salinitas yang tertinggi berada pada bagian luar, yakni pada batas wilayah estuaria dengan laut, sementara yang terendah berada pada tempat-tempat di mana air tawar masuk ke estuaria. Pada garis vertikal, umumnya salinitas di lapisan atas kolom air lebih rendah daripada salinitas air di lapisan bawahnya. Ini disebabkan karena air tawar cenderung ‘terapung’ di atas air laut yang lebih berat oleh kandungan garam. Kondisi ini disebut ‘estuaria positif’ atau ‘estuaria baji garam’ (salt wedge estuary) (Nybakken, 1988).


Akan tetapi ada pula estuaria yang memiliki kondisi berkebalikan, dan karenanya dinamai ‘estuaria negatif’. Misalnya pada estuaria-estuaria yang aliran air tawarnya sangat rendah, seperti di daerah gurun pada musim kemarau. Laju penguapan air di permukaan, yang lebih tinggi daripada laju masuknya air tawar ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih tinggi kadar garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan mengalir ke arah laut di bawah permukaan. Dengan demikian gradien salinitas airnya berbentuk kebalikan daripada ‘estuaria positif’.


Dalam pada itu, dinamika pasang surut air laut sangat mempengaruhi perubahan-perubahan salinitas dan pola persebarannya di estuaria. Pola ini juga ditentukan oleh geomorfologi dasar estuaria.


Sementara perubahan-perubahan salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat dan dinamis, salinitas substrat di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat. Substrat estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir berlumpur, yang berasal dari sedimen yang terbawa aliran air, baik dari darat maupun dari laut. Sebabnya adalah karena pertukaran partikel garam dan air yang terjebak di antara partikel-partikel sedimen, dengan yang berada pada kolom air di atasnya berlangsung dengan lamban.


Biota Estuaria


Sebagai wilayah peralihan atau percampuran, estuaria memiliki tiga komponen biota, yakni fauna yang berasal dari lautan, fauna perairan tawar, dan fauna khas estuaria atau air payau.
Fauna lautan yang tidak mampu mentolerir perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya hanya dijumpai terbatas di sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya masih berkisar di atas 30‰. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin) mampu masuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun hingga 15‰ atau kurang.


Sebaliknya fauna perairan tawar umumnya tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5‰, sehingga penyebarannya terbatas berada di bagian hulu dari estuaria.
Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam antara 5-30‰, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes, dan cacing polikaeta Nereis.Di samping itu terdapat pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa jenis udang Penaeus, misalnya, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian pergi ke laut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan salem (Salmo, Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria dalam perjalanannya dari hulu sungai ke laut, atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak jenis hewan lain, dari golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria untuk mencari makanan (Nybakken, 1988).


Akan tetapi sesungguhnya, dari segi jumlah spesies, fauna khas estuaria adalah sangat sedikit apabila dibandingkan dengan keragaman fauna pada ekosistem-ekosistem lain yang berdekatan. Umpamanya dengan fauna khas sungai, hutan bakau atau padang lamun, yang mungkin berdampingan letaknya dengan estuaria. Para ahli menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutama salinitas, dan sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna khas setempat.

Peranan Ekosistem Estuaria
Produktifitas estuaria, pada kenyataannya bertumpu atas bahan-bahan organik yang terbawa masuk estuaria melalui aliran sungai atau arus pasang surut air laut. Produktifitas primernya sendiri, karena sifat-sifat dinamika estuaria sebagaimana telah diterangkan di atas dan karena kekeruhan airnya yang berlumpur, hanya dihasilkan secara terbatas oleh sedikit jenis alga, rumput laut, diatom bentik dan fitoplankton.


Meski demikian, bahan-bahan organik dalam rupa detritus yang terendapkan di estuaria membentuk substrat yang penting bagi tumbuhnya alga dan bakteri, yang kemudian menjadi sumber makanan bagi tingkat-tingkat trofik di atasnya. Banyaknya bahan-bahan organik ini dibandingkan oleh Odum dan de la Cruz (1967, dalam Nybakken 1988) yang mendapatkan bahwa air drainase estuaria mengandung sampai 110 mg berat kering bahan organik per liter, sementara perairan laut terbuka hanya mengandung bahan yang sama 1-3 mg per liter.


Oleh sebab itu, organisme terbanyak di estuaria adalah para pemakan detritus, yang sesungguhnya bukan menguraikan bahan organik menjadi unsur hara, melainkan kebanyakan mencerna bakteri dan jasad renik lain yang tercampur bersama detritus itu. Pada gilirannya, para pemakan detritus berupa cacing, siput dan aneka kerang akan dimakan oleh udang dan ikan, yang selanjutnya akan menjadi mangsa tingkat trofik di atasnya seperti ikan-ikan pemangsa dan burung.


Melihat banyaknya jenis hewan yang sifatnya hidup sementara di estuaria, bisa disimpulkan bahwa rantai makanan dan rantai energi di estuaria cenderung bersifat terbuka. Dengan pangkal pemasukan dari serpih-serpih bahan organik yang terutama berasal dari daratan (sungai, rawa asin, hutan bakau), dan banyak yang berakhir pada ikan-ikan atau burung yang kemudian membawa pergi energi keluar dari sistem.


Bahan Bacaan :

1. Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: suatu pendekatan ekologis. Alih bahasa H. Muh. Eidman dkk. Penerbit      Gramedia. Jakarta.
2. Wikipedia, Estuary. http://en.wikipedia.org/wiki/estuary.htm Diakses tgl. 12/06/2007.